Surabaya//MIMBAR-DEMOKRASI.COM
Surabaya,- Persoalan klasik yang masih menjadi topik hangat di kalangan media adalah kerjasama dengan instansi/OPD dilingkungan Pemerintah Provinsi. Yang seolah sangat sulit menerima adanya orang baru.
Dengan bermacam persyaratan, yang dirasa keluar dari aturan atau undang-undang Pers. Sehingga timbul asumsi dipersulit dan lain-lain yang akhirnya juga menimbulkan polemik antara instansi dan pewarta terkait penerimaan anggaran advetorial maupun iklan.
Berdasarkan temuan dari beberapa sumber dilapangan di lingkungan Pemprov Jatim, syarat untuk bisa kerjasama dan mendapatkan adv/iklan yang sering diberikan yang salah satunya bahwa media tersebut harus terverifikasi dewan pers padahal hal ini sudah terbantahkan oleh M Nuh mantan ketua Dewan Pers yang saat masih menjabat sudah menyampaikan bahwa syarat kerjasama tidak harus terferivikasi, yang penting berbadan hukum sesuai dengan UU No 40 tahun 1999 tentang Pers.
Terbaru, di salah satu biro Setdaprov Jatim dimana untuk bisa mendapatkan biaya adv/iklan harus didaftarkan dulu ke e-Catalog LPSE. Dengan dalih supaya penertiban administrasi dilingkungan Pemprov Jatim.
"Selamat sore bapak / ibu pimpinan media baik online, cetak, tv, dan radio.. Pada tahun 2022 akhir, ada himbauan dan rekomendaai dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk meminimalisir terjadi penyalahan anggaran dan tertib administrasi, pada tahun 2023 semua transaksi kerjasama iklan dengan Pemprov Jatim harus menggunakan e-catalog. Untuk pendaftaran e-catalog, rekan rekan sekalian bisa ke lt. 6 biro PBJ untuk membuat akun baru. Kedepannya, iklan dengan Biro..., sebelum cetak tayang atau terbit, harus sudah berkomunikasi dulu dengan kami dan diinputkan ke e-catalog. Terima kasih." bunyi pesan yang diterima oleh media ini.
Kedua, Sesuai pasal 15 ayat 2 (huruf g) UU Pers, tugas Dewan Pers antara lain mendata perusahaan pers. Pendataan perusahaan oleh Dewan Pers tidak bisa disamakan dengan pendaftaran dan keduanya sangatlah berbeda.
Pelaksanaan tugas mendata perusahaan pers, sebagaimana pelaksanaan tugas-tugas lainnya yang dimandatkan oleh UU Pers, ditujukan untuk mengembangkan kemerdekaan pers dan meningkatkan kehidupan pers nasional.
Ketiga, Pendataan perusahaan pers merupakan stelsel pasif dan mandiri. Artinya, perusahaan pers yang berinisiatif untuk mengajukan diri agar diverifikasi (didata) oleh Dewan Pers sesuai aturan yang ada. Ketentuan tentang pendataan perusahaan pers ini tertuang dalam Peraturan Dewan Pers Nomor 1/Peraturan DP/I/2023 tentang Pendataan Perusahaan Pers.
Dewan Pers tidak dapat memaksa perusahaan pers untuk didata atau ikut verifikasi media.
Keempat, Pendataan perusahaan pers bertujuan untuk mewujudkan perusahan pers yang kredibel dan profesional, mewujudkan perusahaan pers yang sehat, mandiri, dan independen, mewujudkan perlindungan pada perusahaan pers, dan menginventarisasi perusahaan pers secara kuantitatif dan kualitatif.
Kelima, Pendataan perusahaan pers dilakukan untuk memastikan, bahwa perusahaan pers sungguh-sungguh menjalankan kewajibannya sebagai salah satu unsur yang menopang tegaknya kemerdekaan pers.
Perusahaan pers yang tidak bekerja secara profesional, antara lain ditandai dengan tidak memenuhi kewajiban untuk kesejahteraan wartawan, tidak memberikan penghasilan yang layak, atau malah memerintahkan wartawan mencari tambahan penghasilan/iklan.
Hal ini pada akhirnya membuat wartawan tergantung seberapa besar ia meraih iklan atau tambahan penghasilan. Situasi ini tentu tidak mendukung wartawan untuk menghasilkan karya jurnalistik yang berkualitas. (Tim)